MAQASHID
AL-SYARI'AH DAN PENERAPAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM
MASYARAKAT ISLAM
Abstrak
Hak-hak asasi manusia merupakan
hak kodrati. Hak yang dimiliki setiap orang dan tidak dapat dicabut. Semua
negara dan umat manusia seharusnya dapat menerima konsep-konsep HAM, karena
rumusannya telah disempurnakan dengan mengadopsi berbagai budaya bangsa dan
agama yang beragam. Syari'at Islam sendiri mempunyai tujuan yang sejalan dengan
prinsip-prinsip hak asasi manusia. Tujuan hukum Islam atau maqashid al-syari'ah
mengandung lima hak paling asasi yang merupakan kebutuhan primer -dhoruriyat
al-khoms- yaitu hak hidup, pemeliharaan akal, penjagaan keturunan, pengakuan
terhadap hak milik (harta) dan kebebasan beragama. Nabi sendiri dalam memimpin
masyarakat Madinah telah menerapkan prinsip-prinsip hak asasi tersebut.
Terdapat lebih banyak persamaan daripada perbedaan antara prinsipprinsip HAM
internasional, nasional dengan prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia menurut
perspektif Islam.
Kata Kunci:
hak asasi manusia, maslahah mursalah,
maqashid al- syari'ah.
Pendahuluan
Setelah Perang Dunia Kedua. Hak
asasi manusia (HAM) menjadi bahasan penting. Akibat perang, semua orang
merasakan penderitaan lalu muncul gerakan untuk menghidupkan hak kodrati, hak
paling asasi bebas dari belenggu penindasan. Melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) masyarakat internasional menuntut ditegakkannya hakhak asasi manusia,
kesetaraan negara besar dan kecil, kesetaraan gender dan tidak ingin terulang
kembali penindasan manusia terhadap manusia lainnya di masa depan Sebagai
rujukan dalam penegakkan HAM adalah Deklarasi Universal tentang hak-hak asasi
manusia (DUHAM) tanggal 10 Desember 1948), yang memuat pokok-pokok tentang
kebebasan, persamaan, pemilikan harga, hak-hak dalam perkawinan, pendidikan, hak
kerja dan kebebasan beragama. Melihat perkembangan historisnya, terdapat
perbedaan filosofis yang tajam, baik
dari segi nilai ataupun orientasinya (El- Muhtaj, 2009 : 10). Mengantisipasi
kesan bahwa Indonesia kurang peka terhadap masalah HAM pemerintah setelah
reformasi melakukan pembenahan baik secara hukum maupun kelembagaan. Amandemen
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan. Disamping langkah-langkah
pembenahan tersebut, juga dilakukan kegiatan lain seperti meningkatkan kepekaan
di kalangan masyarakat maupun pada penyelenggaraan negara. Bagi umat Islam
khususnya dan bagi kaum beragama lainnya, perlu menyambut baik upaya pemerintah
dalam rangka penerapan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai naskah yang
disusun bersama, DUHAM, lebih merupakan perpaduan dari berbagai ajaran nilai
dasar dari berbagai ideologi, politik maupun agama. Masing-masing bangsa dan
kelompok masyarakat manapun telah berkonstribusi terhadap rumusan HAM. Sekalipun
demikian tentu masih ada nilai ajaran Islam yang tidak terekam dalam deklarasi tersebut.
Kemungkinan terjadi masih ada
hal-hal yang belum bersinggungan (sesuai) antara DUHAM dengan syariat Islam.
Perbedaan ini bisa menjadi kendala bagi pelaksanaan HAM, sebab bagi pemeluk
Islam yang meyakini bahwa syariat (hukum) Islam sudah final dan sempurna, bisa
jadi nilai-nilai agamanya itu dipertentangkan dengan butir-butir hak asasi manusia
tersebut. Ini menjadi permasalahan tersendiri ketika pemeluk Islam tersebut
juga sebagai penduduk/warga negara yang notabene negaranya sebagai anggota PBB
menerima deklarasi tersebut. Memperhatikan perjalanan sejarah Nabi Muhammad SAW
dan sahabatnya, serta belajar dari ulama terdahulu ternyata prinsip-prinsip hak
asasi manusia itu telah pernah dilaksanakan dan dibahas oleh para ulama. Salah
satu diantaranya berkembang pemikiran istilah maslahah mursalah dan maqashid
al-syari'ah (tujuan-tujuan hukum). Tertarik pada masalah tersebut dalam paper
ini akan dibahas tentang maqashid al-syari'ah dalam hubungannya dengan hak-hak
asasi manusia.
Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam
Hak asasi manusia pada awalnya
merupakan terjemahan dari kata droits de I'home (Perancis) yaitu suatu hak-hak
manusia dan warga negara yang dikeluarkan di Perancis pada tahun 1789 ketika
berlangsung revolusi Perancis. Gagasan HAM berasal dari pandangan hukum
kodrati. Artinya hak-hak manusia ini dimiliki setiap orang karena ia manusia.
Selain hak-hak ini bersifat universal, juga tidak dapat dicabut. Gerakan untuk
menghidupkan kembali hak kodrati menghasilkan rancangan instrumen inernasional
mengenai hak asasi manusia. Mencegah terulangnya peristiwa holocaust di masa
depan, masyarakat internasional sepakat menjadikan hak asasi manusia sebagai
tolak ukur. Kesadaran masyarakat akan pentingnya hak-hak asasi manusia terus meningkat.
Untuk mengimbangi universal Declaration of Human Rights Interaction Council, dibentuk
organisasi yang beranggotakan 60 tokoh dan ahli dari berbagai bidang dan agama.
Organisasi ini menghasilkan deklarasi tentang tanggung jawab manusia atau
Universal
Declaration of Human
Responsibilities. Pemikiran ini berkembang setelah banyak muncul pandangan
bahwa hak harus diimbangi dengan tanggung jawab atau kewajiban. Disamping itu
DUHAM mencerminkan latar belakang filsafat dan kebudayaan Negara-egara barat
yang memenangkan Perang Dunia II. Maka konsep kewajiban manusia berfungsi
sebagai penyeimbang antara konsep kebebasan dan tanggung jawab. Jika hak lebih
terkait dengan kebebasan, maka kewajiban terkait dengan tanggung jawab.
Pemikiran tentang HAM terus
berkembang. Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis, menggunakan istilah
generasi dalam melihat perkembangan hak asasi manusia. Kebebasan atau hak-hak
generasi pertama sering disebut sebagai hak-hak asasi manusia yang klasik.
Generasi ini mewakili hak-hak sipil dan politk. Hak-hak ini muncul dari
tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme. Termasuk ke
dalam hak ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak
suaka dari penindasan, perlindungan
terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan
untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan
penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang
berlaku surut dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil. Hakhak generasi
pertama ini disebut sebagai hak-hak negatif (Bahan kursus HAM & Syari'ah UMM,
2012).
Generasi kedua hak asasi manusia
muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar
setiap orang. Hak-hak ini dirumuskan dalam bahasa yang positif "hak
atas" (right to), bukan dalam bahasa negatif "bebas dari"
(freedom from). Inilah yang membedakan dengan hak-hak generasi pertama.
Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang
layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas perumahan, hak
atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat dan hak atas perlindungan karya
ilmah, kesusastraan dan kesenian. Hak-hak ini pada dasarnya adalah tuntutan
atas persamaan sosial. Generasi ketiga merupakan tuntuan atas hak solidaritas,
tuntutan datang dari negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan
internasional. Dunia ketiga menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan
hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut : hak atas
pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam sendiri, hak
generasi ketiga ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali
tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua generasi hak manusia terdahulu.
Masyarakat Madani dan Keteladanan Rasulullah SAW
Wacana masyarakat madani di
Indonesia pertama kali muncul pada symposium nasional dalam rangka Forum Ilmiah
pada acara festival Istiqlal 26 September 1995 oleh Dato Anwar Ibrahim, ketika
itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Asisten Perdana Menteri Malaysia.
Kemudian mendapat legitimasi dari beberapa pakar di Indonesia termasuk Nurcholish
Madjid yang telah melakukan rekonstruksi terhadap konsep masyarakat madani pada
artikelnya "Menuju Masyarakat Madani" (Taufiq, 2010 : 193)
Masyarakat Madani sebagai sebutan
lain dari civil society yang diberi warna Islam. Sedang civil society dipahami
sebagai negara (state) yang mempuyai prinsip pokok pluralis, toleransi dan
human right termasuk didalamnya demokrasi. Adapun masyarakat madani disamping
tetap mempertahankan prinsip-prinsip seperti pada civil society, juga merupakan
komunitas yang memiliki kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dilandasi
dengan nilai-nilai agama/spiritualis. Istilah madani terambil dari kata madinah
yang artinya kota. Tapi yang dimaksud disini adalah peradaban. Jadi masyarakat
madani adalah masyarakat berperadaban. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengubah
nama Yatsrib menjadi Madinah dengan harapan dapat membangun masyarakat beradab
yang memiliki peradaban yang tinggi. Madinah sendiri disamping mendapat
predikat sebagai kota Nabi juga disebut dengan Al-Madinah Al-Munawaroh, kota
yang cemerlang sebagai pusat pencerahan dan peradaban. Kepemimpinan Rasulullah
dalam masyarakat Madinah menjadi teladan dalam pembentukan masyarakat madani
dimanapun. Terdapat dokumen bersejarah yang disebut dengan Piagam Madinah. Nabi
telah memberikan contoh bagaimana membangun masyarakat multikultural. Di
Madinah terdapat penduduk asli yang kemudian dinamakan kaum Anshar. Para
sahabat yang mengikuti Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah disebut dengan kaum
Muhajirin. Disamping itu terdapat kelompok masyarakat Yahudi yang terdiri dari
Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraizah (Al-Maghluts, 2008 : 174).
Setibanya Nabi Muhammad SAW, dan
para sahabatnya di Madinah, waktu hijrah, Nabi mempersaudarakan antar kaum
Muhajirin dan kaum Anshar. Maksud dijalinnya persaudaraan ini adalah untuk
menghilangkan fanatisme jahiliyah dan menghilangkan sekat-sekat ras, warna
kulit dan kesukuan. Suatu langkah tepat yang dilakukan Rasulullah sehingga
dapat meminimalisasi usaha-usaha orang-orang munafik yang ingin memecah belah hubungan
antara kelompok Aus dengan Khajraj-keduanya penduduk asli Madinahserta supaya
orang munafik tidak merusak persaudaraan kaum Anshar dengan Muhajirin. Berhasil
membangun ukhuwah Islamiyah-mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum Muhajirin-Nabi kemudian membangun
persatuan Yatsrib (ukhuwah wathaniyah) dengan melakukan perjanjian dengan
orang-orang Yahudi. Jalinan persaudaraan dan peraturan tersebut dimuat dalam perjanjian
tertulis yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam ini mengandung beberapa
poin penting yang berhubungan dengan aturan atau hukum bagi masyarakat. Bila
kita bandingkan dengan istilah sekarang, piagam tersebut merupakan dustur atau
undang-undang. Didalamnya terdapat garis besar/ pengaturan negara. Piagam Madinah
mencerminkan keadilan yang direpresentasikan dalam sikap Rasulullah terhadap
kaum Yahudi. Piagam tersebut juga menunjukkan prinsip kesetaraan yang dijadikan
sokoguru dalam membangun masyarakat saat ini. Kesetaraan ini juga berlaku bagi kaum wanita
maupun lak-laki. Piagam Madinah juga menunjukkan bahwa hukum yang adil merupakan
jalan untuk menyelesaikan pertikaian, perselisihan dan berbagai persoalan yang
terjadi diantara penduduk Madinah (Al-Buthy, 2010 : 243).
Dokumen politik yang dikeluarkan
oleh Nabi Muhamad SAW sejak 15 abad yang lampau telah memberikan dasar-dasar kehidupan masyarakat yang ideal diantaranya kebebasan beragama, kebebasan
menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta benda (hak milik) dan larangan
melakukan kejahatan. Ketika itu dapat dikatakan Madinah sebagai negara kota. Seluruh penduduknya
berkewajiban mempetahankan kotanya menghadapi ancaman dari luar. Mereka bekerja
sama dan saling menghormati hak masing-masing dengan segala kebebasan dalam
koridor perjanjian (piagam) Madinah yang telah disepakati bersama. Nabi Muhammad SAW, dalam
masyarakat Madinah ini telah memberikan contoh dalam menegakkan hak asasi
manusia. Ini sesuai dengan ajaran Islam yang mamandang sama semua manusia. Kepemimpinan
Rasullulah tegak diatas prinsip keadilan dan samaan tanpa memandang perbedaan etnis
maupun agama. Pada saat wukuf di Arafah 9 Dzulhijah 10 H, waktu haji
wada' Nabi Muhammad saw berkhotbah : " Wahai manusia sesungguhnya darah dan harta
kalian adalah haram di dzolimi oleh siapapun diantara kalian, sebagaimana haramnya
dinodai hari ini, pada bulan ini, di negeri kalian ini" (AlButhy, 2009 :
582).
Maqashid al-Syari'ah dalam Kaitannya dengan Prinsip HAM
Syari'ah (syari'at) secara
harfiah adalah jalan ke sumber air. Dalam istilah agama (Islam) syari'ah merupakan jalan
hidup orang muslim. Syari'ah memuat ketetapanketetapan Allah dan ketentuan
Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa perintah, meliputi seluruh aspek hidup dan
kehiduoan manusia (Ali, 2001 : 46).
Dilihat dari segi ilmu hukum,
syari'ah merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib
diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah dan dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Fikih (fiqh) secara bahasa
berarti paham, dalam arti pengertian atau pemahaman yang mendalam yang menghendaki
pengerahan potensi akal. Para ulama ushul fikih mendifinisikan fikih sebagai
mengetahui hukum-hukum Islam yang bersifat amali (amalan)
melalui dalil-dalilnya yang
terperinci. Mereka mendefinisikan fikih sebagai sekumpulan hukum amaliah yang disyari'atkan
dalam Islam ( Anshari, 1994 : 8 ).
Dalam istilah hukum Islam
syari'at dibedakan dengan fiqh sebagai berikut:
Syari'at merupakan peraturan yang
bersumber dari wahyu, sedang kesimpulankesimpulan dari wahyu menjadi (berupa)
fiqh. Syari'at bersifat fundamental dengan ruanglingkup lebih luas, maka fiqh
brsifat instrumental dengan ruang lingkup terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan
manusia. Syari'at adalah ketetapan Allah dan RasulNya, karena itu berlaku
abadi. Fiqh adalah karya manusia yang tidak abadi, dapat berubah dari masa ke masa. Syari'at hanya
satu dan menunjukkn kesatuan dalam Islam, sedangkan fiqh menunjukkan keragaman
terlihat adanya aliran-aliran yang disebut madzab-madzab. Jika syari'at disebut Islamic Law
maka fiqh adalah Islamic Jurisprudence. Antara syari'at dan fiqh tampak perbedaan-perbedaan,
sekaligus menunjukkan keeratan hubungannya ( Ali, 2001 : 49 ).
Kalau kita pelajari
ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan-ketentuan RasulNya dalam Al-Qur'an dan
hadits-hadits shahih, kita segera mengetahui adanya tujuantujuan hukum Islam.
Secara umum dapat dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan manusia di dunia dan
di akhirat, dengan jalan mengambil yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang
mudlarat. Dengan kata lain tujun hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia. Abu
Ishaq al-Syatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima tujuan hukum Islam ini disebut maqashid
al-syari'ah.
Maqashid al- syari'ah adalah
tujuan hukum Islam yng harus dicapai. Tujuan tersebut dapat ditelusuri dalam ayat-ayat
al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi sebagai sumber hukum utama sehingga dapat dirumuskan
hukum-hukum fikih yang berorientasi pada kemaslahatan.
Kemaslahatan ini dapat ditangkap
oleh orang yang mau dengan sungguhsungguh menggunakan daya pikir (intelektual).
Menurut istilah ulama ushul fikih kemaslahatan ini disebut dengan
maslahah mursalah.Maslahah mursalah sebagai sumber hukum dalam implemntasinya masih
dipertimbangkan oleh para fuqaha. Golongan madzab Hanafy dan madzab Syafi'i
tidak menganggapnya sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri dan memasukkannya
ke dalam kategori qiyas. Sedangkan Imam Maliki dan Imam Hanbali berpendapat
bahwa maslahah mursalah dapat diterima dan dapat dijadikan sumber hukum Islam,
selama memenuhi syarat yang ditentukan. Sebab pada hakikatnya keberadaan maslahat
adalah dalam rangka merealisasikn tujuan hukum (maqashid al- syari'ah). Meskipun
secara langsung tidak terdapat nash yang menguatkannya. Madzab Maliky sebagai pembawa
bendera maslahah mursalah mengemukkan tiga alasan sebagai berikut: Pertama,
praktek para sahabat yang telah menggunakan maslahah mursalah. Seperti yang dilakukan
Umar bin Khattab. Ia tidak melaksanakan hukuman potong tangan kepada pencuri yang
miskin dimusim paceklik. Contoh lain, para sahabat mengumpulkan mushaf al-Qur'an
pada hal tidak ada perintah dari Nabi. Kedua, adanya maslahat sesuai dengan maqashid
al-syari'ah. Ketiga, Seandainya maslahat tidak dilakukan, maka mukallaf akan mengalami
kesulitan ( Zahroh, 2001 : 428 - 431 ).
Tingkatan Kemaslahatan
Menurut Abu Ishaq Al-Syatibi,
kemaslahatan yang akan diwujudkan terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu:
Pertama, Kebutuhan dharuriyat (maslahat yang hakiki) atau kebutuhan primer. Termasuk dalam
kebutuhan ini adalah al-kulliyatu al-khams, lima hal yang merupakan tujuan hukum
Islam. Kedua, kebutuhan hajiyat ialah kebutuhankebutuhan sekunder, dimana
bilamana tidak terwujud dan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan
mengalami kesulitan. Tujuan hajiyat dari segi penerapan penetapan hukumnya dikelompokan
pada 3 (tiga) kelompok:
- Hal yang disuruh syara' melakukannya untuk dapat melaksanakan kewajiban syara' secara baik. Hal ini sebut muqodimah wajib. Misalnya mendirikan sekolah dalam hubungannya dengan menuntut ilmu untuk meningkatkan kualitas akal.
- Hal yang dilarang syara' melakukannya untuk menghindarkan secara tidak langsung pelanggaran pada salah satu unsur yang dharuri.Misalnya melakukan khalawat (berdua dengan lawan jenis ditempat sepi).
- Segala bentuk kemudahan yang termasuk hukum rukshah (kemudahan) yang memberi kelapangan dalam kehidupan manusia.
Al-Muhafazhah Ala Al-Dîn
Al-Muhafazhah Ala Al-Dîn yaitu
menjaga agama. Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia
supaya martabat-nya terangkat lebih tinggi. Beragama merupakan kebutuhan manusia yang
mesti dipenuhi, karena agama-lah yang dapat menyentuh nurani manusia. Dalam
memeluk agama, Bahkan Islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk
menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinannya.
Muhafazhah Ala Al-Nafs
Al-Muhafazhah ala al-nafs ialah
jaminan keselamatan atas hak hidup yang mulia. Termasuk dalam pengertian umum
dari jiwa ini adalah jaminan keselamatan nyawa, anggota badan dan terjaminnya
kehormatan kemanusian. Mengenai yang terakhir ini meliputi kebebasan memilih
profesi, kebebasan berpikir, dan mengeluarkan pendapatan, kebebasan berbicara dan kebebasan
memilih tempat tinggal. Larangan pembunuhan dan ancaman hukuman qishosh adalah
termasuk dalam pemeliharan hifdl an-nafs.
Al-Muhafazhah Ala Al-'Aql.
Al-Muhafazhah Ala Al-'Aql Yaitu
terjaminnya akal pikiran dari kerusakan yang menyebabkan orang yang
bersangkutan tidak berguna ditengah masyarakat. upaya pencegahan yang bersifat
preventif yang dilakukan syari'at sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan akal
pikiran dan menjagannya dari berbagai hal yang membahayakan. Di haramkan meminum
khamar termasuk narkoba adalah dimaksudkan untuk menjamin keselamatan akal.
Dengan akal yang sehat manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan dengan itu manusia dapat mengelolah dan memakmurkan dunia
dengan sebaik-baiknya.
Al-Muhafazhah Ala Al-Nasl
Al-Muhafazhah Ala Al-Nasl ialah
jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup dan berkembang sehat
baik fisik maupun psikis. Dalam memelihara keturunan Islam mengatur dengan pernikahan
dan melarang zina. Islam memberikan ketentuan dalam al-Qur'an dan as-sunnah
bagimana memilihara keturunan. Islam juga memberikan pelajaran bagaimana mendidik anak
dan memelihara keluarga.
Al-Muhafazhah Ala Al-M?l
Harta merupakan perhiasan hidup
bagi manusia pada umumnya. Harta asasi hidup dan kehidupannya. Untuk itu
manusia diberi amanah sebagai khalifah Allah SWT, di muka bumi agar dapat
mengelolah alam ini sesuai dengan kemampuannya. Sebenarnya menurut Islam segala sesuatu
adalah milik Allah secara mutlak. Namun manusia dilindungi hanya untuk memperoleh
harta dengan cara-cara yang halal. Oleh karenanya diperlukan adanya kepastian hukum
dalam masyarakat, guna menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama ( Zahrah, 2001
: 425-426 )
Islam menjadikan hak asasi
sebagai salah satu pokok dari agama. Bahkan Islam menjadikan hak sebagai manhaj
ilahi, yang karena itu manusia diberi pahala jika menunaikannya dan berdosa bila
meninggalkannya. Allah menjdikan hak untuk semua manusia, tanpa memandang
perbedaan agama, etnis dan warna kulit. Rasulullah sebaikbaik orang yang
mengaplikasikan hak-hak asasi tersebut, sehingga semua yang hidup dibawah naungan tuntunannya dan
sunnahnya dapat merasakan kehidupan yang merdeka dan mulia. Hak-hak yang
ditetapkan oleh Islam sebagai model atas keagungan syari'at. Islam meliputi hak-hak asasi
manusia pada umumnya, hak perempuan, hak anak, hak pembantu dan pekerja, hak orang
sakit dan berkebutuhan khusus, hak anak yatim dan orang miskin serta hak lingkungan
(As-Sirjani, 2011 : 90 - 91).
Abdul Manan dan A. Syifaul Qulub
dalam, Pendidikan Agama Islam (2010), menjelaskan lebih jauh sebagai
berikut : pertama, hak persamaan dan kebebasan yang terdiri dari: (1) Persamaan
didalam Politik dan Hukum. Di sini dijelaskan bahwa Islam tidak membenarkan tindakan
diskriminatif antara manusia yang didasarkan pada suku, bangsa, ras, warna kulit, pangkat
maupun jabatan dan sebagainya. (QS An-Nisa: 58 & 105); (2) Hak Berekspresi dan
Mengeluarkan Pendapat. Setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya kepada orang lain,
mengingatkan kepada kebenaran, kebajikan serta mencegah kemungkaran (QS
Ali-Imron: 104). Disamping itu Islam menyuruh agar saling mendengarkan dan mengeluarkan
pendapat untuk kemudian memilih yang terbaik diantara pendapat-pendapat yang
ada. (QS. Al-Zumar:17-18); (3) Hak Berpartisipasi dalam Politik dan Pemerintahan. Disini
dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pemerintahan di negara-nya. Hal tersebut harus diimbangi dengan
kemampuan (capability) dan keterpercayaan (credibility) seperti kemampuan fisik dan ilmu
pengetahuan (basthatan fi al-ilmi wa al-jismi) hal ini sekaligus menunjukan penghargaan
atas profesionalisme dan keahlian seseorang untuk menduduki jabatan tertentu. Islam
tidak membenarkan pemberian suatu jabatan kepada yang bukan ahlinya sebab
menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya akan mendatangkan kebinasaan; (4) Hak
Wanita Sederajat dengan Pria (Kesetaraan). Sehubungan dengan ini, al Qur'an
banyak berbicara hak-hak kaum wanita, yang sebelumnya tidak diperoleh sebelum
al-Qur'an di turunkan, misalnya didalam al-Qur'an surat An-Nisa 34, disiratkan
perintah agar kita senantiasa melindungi serta memberikan kebutuhan-kebutuhan istri. Di
dalam QS. Al-Thalaq; 6, dijelaskan hak-hak istri berupa
nafkah dan tempat tinggal yang
layak sesuai kemampuan suami. Di dalam al-Qur'an surah An-Nisa: 7, disebutkan
bahwa wanita (ibu, saudara perempuan, anak perempuan) juga mempunyai hak untuk
memperoleh bagian harta warisan. Masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang menunjukkan adanya
hak-hak bagi wanita; (5) Hak dan Kesempatan Yang Sama Untuk Memperoleh
Kesejahteraan Sosial Di dalam al-Qur'an surat. al-Baqarah 29, dijelaskan bahwa setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, ini bukan
berarti bahwa seseorang boleh mengambil tanpa memperdulikan aturan-aturan yang
ada. Qur'an surah al-Baqarah 168, menyebutkan "hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang ada dibumi". Berkaitan dengan perlindungan sosial bagi orang
miskin dan golongan ekonomi lemah (dhu'afa), Islam mengajarkan agar bersikap peduli
terhadap nasib fakir miskin dan anak-anak yatim, serta orang-orang yang terlantar, oleh
karena itu untuk membantu penghidupan mereka ini, didalam Islam ada lembaga yang
bernama badan amil zakat, infak dan sedekah; (6) Hak Kebebasan Bertempat Tinggal dan
Mencari Serta Memberi Suaka .Pada al-Qur'an surat. Al-Nisa:
97, berisi pesan bahwa seorang mukmin tidak boleh membiarkan dirinya ditindas atau
dianiayah oleh orang lain di negeri-nya sendiri.
Kemudian pada al-Qur'an
surat.Al-Mumtahanah: 8-9, berisi pesan bahwa orang orang muslim boleh memberikan
perlindungan terhadap non-muslim yang tidak menganggu kepentingan agama dan diri
mereka.
Kedua, hak hidup perlindungan dan
kehormatan, yang terdiri dari: (1) Hak hidup dan memperoleh perlindungan.
Sehubungan dengan hak hidup ini al-Qur'an menegaskan antara lain dalam surat Al-Isra:
31 dan 33. Kemudian dalam rangka memberikan perlindungan kepada mereka yang
lemah dan teraniaya, al-Qur;an dalam surat, Al-Balad: 12-16; (2) Hak atas kehormatan
pribadi. Sehubungan dengan ini al-Qur;an menegaskan antara lain: dalam surat
Al-Hujurat: 11-12 dan surat An-Nur: 27-28. (3) Hak anak dari ng tua. Sehubungan
dengan ini al-Qur'an surat Al-Baqarah: 233, menjelaskan para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama 2 tahun dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak dan ibu
dengan cara yang baik. Kemudian dalam surat AtTahrim: 6, ditegaskan bahwa
hendaklah orang-orang yang beriman menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka.
Demikian pula dalam surat. At-Tahrim: 6; (4) Hak
memperoleh pendidikan dan
berperan serta dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Didalam Islam, hak
memperoleh pendidikan ini tercermin dalam ayat-ayat alQur'an antara lain: surat
Al-Isra: 36: "dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya". Ayat ini secara implisit mengandung perintah agar seseorang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi sebelum melakukan suatu aktifitas dalam kehidupannya. Sekaligus
ayat ini dapat pula dipahami sebagai bukti bahwa Allah memberikan hak kepada setiap
orang untuk memperoleh ilmu pengetahuan; (5) Hak untuk bekerja dan memperoleh
imbalan. Sehubungan dengan ini al-Qur'an menegaskan antara lain: dalam surat An-Nahl:
97, surat Al-Mulk; 15, dan surat Al-Isra; 84. ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam
memberikan kesempatan kepada manusia untuk bekerja dan berusaha serta
memperoleh imbalan berupa upah dari apa yang dikerjakannya untuk mendapatkan penghidupan
yang layak bagi dirinya; (6) Hak tahanan dan nara pidana. Didalam Islam seseorang
tidak boleh berlaku aniaya (dzolim) dan sewenangwenang terhadap orang lain.
Nabi bersabda: "beri makanlah orang yang kelaparan, kunjungilah orang yang sakit dan lepaskanlah
orang yang tertahan" (HR Bukhari). Kemudian dalam a;- Qur'an suat Al-Qasas : 77, Allah
melarang berbuat kerusakan di muka bumi. Ketiga, hak kepemilikan yang
terdiri dari:
- Hak kepemilikan pribadi. Islam sangat menghargai hak-hak kepemilikan. Hal ini tercermin dari adanya persyaratan hak milik untuk kewajiban zakat dan pewarisan. Bahkan seseorang yang mati didalam membela dan mempertahankan hak miliknya dipandang sebagai syahid. Dalam al-Qur'an surat Al-Baqarah: 29, ditegaskan agar setiap orang mengambil manfaat dari alam yang diciptakan Allah guna memenuhi kebutuhannya;
- Hak menikmati hasil/produk dan hak cipta. Sehubungan dengan ini al-Qur'an surat Al-Ahqaf: 19 , dijelaskan bahwa hasil karya seseorang ikut menentukan derajatnya. Kemudian dalam surat Al-Mujadilah: 11,dijelaskan bahwa iman dan ilmu pengetahuan merupakan jalan (wasilah) untuk menaiki derajat yang lebih tinggi. Juga didalam surat An-Nahl: 97, dijelaskan bahwa setiap karya yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman pasti akan mendatangkan hasil bagi perbaikan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, Islam selalu mengakui dan menghormati hasil karya seseorang baik berupa benda maupun pemikiran atau ilmu pengetahuan;
- Hak menikah dan berkeluarga. Sehubungan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga/berkeluarga ini, al-Qur'an didalam surat Ar-Rûm: 21 "dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". Perkawinan dalam Islam bukan hanya merupakan hak tapi merupakan kewajiban, terutama bagi mereka yang punya kemampuan serta berkeinginan yang besar.
Semua agama lahir sebagai respon
terhadap kehidupan manusia yang menyimpang dari hakikat
kemanusiaan, penyimpangan terjadi karena menuruti ajaan hawa nafsunya. Maka dakwah
bermaksud mengajak manusia untuk mengikuti jalan Allah. Dengan demikian dakwah
ingin menjadikan manusia bermartabat terhindar dari tindakan-tindakan destruktif dan
tidak manusiawi. Tujuan akhir dari risalah menciptakan kedamaian lahir batin sebagai
realisasi misi menebarkan rahmat Allah (rahmatan lil 'alaamiin).
Agar tercipta suatu kedamaian
perlu memperhatikan prinsip-prinsip dakwah (penyampaian risalah) diantaranya
bil hikmah (dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan) serta menjaga hubungan baik
sesama umat manusia dengan kata lain menegakkan kehidupan toleransi dalam
pergaulan. Toleransi merupakan ekspresi
ajaran Allah sekaligus kebutuhan hidup manusia di muka bumi. Dalam trasidi
Islam, Tuhan di gambarkan sebagai Maha Damai (al-salam), Yang Maha Pengampun (al-ghafur),
Yang Maha Pengasih (ar-rahman), Yang Maha Penyayang (ar-rahim). Energi
utama toleransi dan cinta kasih adalah dari Allah, maka
tidak ada pilihan lain kecuali
membumikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata Ibnu Mashkawih menjelaskan pentingnya toleransi dan cinta kasih dalam ranah sosial. Cinta kasih adalah energi
penting dalam sebuah masyarakat. Masyarakat yang menjadikan cinta kasih sebagai
nilai-nilai fundamental, maka masyarakat tersebut mempunyai kesempatan menaiki
tahapan dan tangga menuju masyarakat yang beradab
dan bermartabat (Misrawi , 2010 :
204-205).
Dari berbagai sumber ajaran
Islam, keteladanan Rasulullah dalam kehidupan dan tujuan hukum Islam atau syari'at
serta prinsip-prinsip berbagai macam hak tersebut diatas maka ajaran Islam telah mencakup
banyak tentang hak-hak asasi manusia. Jika dibandingkan dengan
prinsip-prinsip hak asasi manusia baik hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi sosial dan budaya
hampir seluruhnya telah termaktub dalam hak asasi
manusia menurut prespektif Islam.
Dimungkinkan dengan perkembangan dan pemikiran baru yang terus berubah
menyesuaikan dengan kebutuhan manusia. Pemikiran yang pernah dicetuskan terdahulu yaitu
mashlahah murshalah sebagai salah satu sumber hukum Islam akan memberikan peluang
memperoleh solusi dalam memecahkan berbagai persoalan.. Dengan demikian
prinsip bahwa al-Islamu sholikhun fi kulli makan wa zaman tetap berlaku.
Sumber hukum utama dalam Islam
adalah al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Dari dua landasan fundamental tersebut
dikembangkan oleh para ulama dasar-dasar hukum berikutnya yang tentunya tidak
bisa lepas dari landasan utama dari al-Qur'an dan Hadits. Di antarannya adalah mashlahah
murshalah yang kemudian dari dasar ini lahir kaidah maqashidu al-syariah yang
menyangkut jaminan terhadap lima hal yang sangat urgen yaitu; hifdl al-dîn, hifdl
al-nafs, hifdl al-'aql, hifdl al-nasl, dan hifdl al-mâl.. Pengalaman Nabi di Madinah patut
menjadi contoh. Banyak hal yang dapat diambil daripadanya. Nilai
toleransi dan kasih sayang dikembangkan, sikap adil ditegakkan, meletakkan dasar
persamaan hak kepada semua warga/penduduk Madinah baik yang muslim maupun yang
non-muslim. Piagam Madinah menjadi transkip monumental yang memberikan
pelajaran sangat berharga bagi pergaulan hidup umat manusia.
Keteladanan Nabi Muhammad SAW dan
prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam Islam banyak bersinggungan dan
kesesuaian dengan DUHAM maupun peraturan perundang-undangan penegakan HAM
di Indonesia. Bahkan Islam telah memberikan sumbangan dan kontribusi bagi
pengembangan konsep dan pelaksanaan HAM.
Penutup
Konsep hak asasi manusia
berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia. Mulai dari yang klasik yang memuat
hak-hak sipil dan politik hingga tuntutan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar
semua orang yang memuat hak-hak asasi manusia dalam bidang sosial, ekonomi dan
budaya. Dalam kehidupan masyarakat di Madinah, Nabi telah melaksanakan
prinsip-prinsip hak asasi manusia yang termaktub dalam Piagam Madinah. Hak-hak tersebut
meliputi kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat dan kewajiban menolong
sesama serta kewajiban bela negara. Perkembangan sumber hukum Islam
dari landasan utama lahir maslahah mursalah dan tujuan hukum Islam maqashid
al-syari'ah dapat dipenuhi hak-hak asasi manusia kebutuhan primer (dharuriyat)
yang meliputi hak kebebasan beragama, hak hidup, hak mengembangkan dan menggunakan
akal, hak memelihara keturunan, dan hak memilikiharta. Prinip-prinsip HAM baik
yang termasuk dalam hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak sosial, ekonomi dan
budaya telah terangkum dalam maqashid al- syariah maupun dalam maslahat (kebutuhan)
dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder) dan takhsiniyat (tertier).
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad Daud. 2011. Hukum
Islam, Jakarta: PT raja Grafindo Persada.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthofah.
1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Heri Nur
Ali, Semarang: Toha Putra.
Al-Maghluts, Sami bin Abdullah.
2008. Atlas Perjalanan Nabi Muhammad, Penerjemah
Dewi Kourniasari dkk, Jakarta:
Al-Mahira.
Al-Buthy. 2010. Fikih Sirah, Penerjemah Fuad
Syaifudin Nur, Jakarta : Penerbit Hikmah.
Anshari, Hafizh, dkk. 1994.
Ensiklopedi Islam, jild 2, Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeven.
As-Sirjani, Raghib. 2011.
Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam. Penerjamah, Arif Rahman
Hakim, Sukoharjo:Insan Kamil
Solo.
Bahan Kursus HAM Syari'ah UMM,
Evolusi Pemikiran dan Sejarah Perkembangan Hak Asasi
Manusia.
Daud Ali, Mohammad. 2001. Hukum
Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
El-Muhtaj, Majda. 2009.
Dimensi-Dimensi HAM mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Kholaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu
Ushul Fiqih Kaidah Hukum Islam, Terjemah Faiz el
Muttaqin. Jakarta: Pustaka Amani.
Manan, Abdul dan A. Syifaul
Qulub. 2010. Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Laros.
Machasin. 2011. Islam Dinamis
Islam Harmonis, yogyakarta: LKiS
Misrawi, Zuhairi. 2010. Al-Qur'an
Kitab Toleransi, Jakarta: Pustaka Oasis.
Ritonga, A. Rahman, dkk. 1997.
Ensiklopedi Hukum Islam 2, Jakarta: PT. Intermasa.
Saptaningrum, Indriwastati Diah,
dkk. 2011. Hak Asasi Manusia Dalam Pusaran Politik
Transaksional. Jakarta: ELSAM.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul
Fiqih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Taufiq, Ahmad & Muhammad Rohmadi. 2010.
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Karakter
Berbasis Agama, Surakarta: Yuma
Pustaka.
Zahroh, Muhammad Abu. 2001. Ushul
Fiqih, Penerjamah Syaifullah Ma'shum, Jakarta: PT
Pustaka Firdaus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar