Minggu, 13 Oktober 2013

ANALISIS SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 02 TAHUN 1963 TENTANG PENYELESAIAN PERKARA



A.      Pengertian Surat Edaran Mahkamah Agung
Surat Edaran Mahkamah Agung adalah sebuah produk-produk hukum MA berbentuk Surat yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administrasi (Henry P. Panggabean, 2001: 144). SEMA merupakan petunjuk bagi hakim peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam menjalankan fungsi “Pembinaan & Pengawasan” (vide Pasal 32 ayat (4) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung) .Petunjuk tersebut merupakan penjelasan atau penafsiran peraturan Undang-undang agar dalam praktek pengadilan tidak terjadi disparitas dalam memberikan keadilan yang menimbulkan tidak tercapainya kepastian hukum, sebagai salah satu ide dasar hukum menurut Gustav Radbruch yang ditulis Prof. Dr. Ahmad Ali, SH., MH. Dalam bukunya “Menguak Realitas Hukum”..

B.  Isi Surat Edaran Mahkamah Agung No.02 Tahun 1963 Tentang Peneyelesaian Perkara.
SEMA NOMOR 02 TAHUN 1963
TENTANG PENEYELESAIAN PERKARA
Dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi ternyata, bahwa perkara-perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding sangat terlambat diselesaikan, yakni salah satu Pengadilan Tinggi antara lain baru menyelesaikan perkara yang telah diputus setelah lewat waktu dua tahun, maka dengan demikian kiranya tidak perlu diterangkan lagi, bahwa orang-orang yang berperkara sangat dirugikan dan berhubung dengan itu, dengan ini Mahkamah Agung instruksikan supaya ketika perkara itu diputus, perkara itupun telah selesai diminutir.
C.      Analisis SEMA No.02 Tahun 1963 Tentang Penyelesaian Perkara

Dalam perjalanan sejarah Mahkamah Agung sejak tahun 1945 yaitu pada saat berlakunya UU.D..1945 tanggal 18 Agustus 1945 sampai sekarang, mengalami pergeseran-pergeseran meng­ikuti perkembangan sistim Pemerintahan pada waktu itu, baik yang menyangkut kedudukannya maupun susunannya, walau­pun fungsi Mahkmah Agung tidak mengalami pergeseran apa­pun. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah Agung mempunyai Organisasi, administrasi dan keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof yaitu Fungsi Paradilan, Fungsi Pengawasan, Fungsi Pengaturan, Fungsi Memberi Nasehat, Fungsi Administrasi.
Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan dan sebagai Pengadilan Tertinggi untuk semua lingkungan peradilan memberi pimpinan kepada Pengadilan-Pengadilan yang bersangkutan. Mahkamah Agung melakukm pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajamya. Perbuatan-perbuatan Hakim di semua lingkungan peradilan diawasi dengan cermat oleh Mahkamah Agung. Jadi Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi peringatan, tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri maupun dengan Surat Edaran.
            MA menggunakan SEMA  ini untuk mengingatkan Hakim jika:
1.    jikalau ternyata hakim tidak mengindahkan tatacara yang di­haruskan dengan ancaman pembatalan;
2.    jikalau hukum dilanggar. Hukum dianggap telah dilanggar, apabila hakim tidak memperlakukan atau tidak tepat mem­perlakukan ketentuan-ketentuan hukum;
3.    jikalau tedapat perlampauan batas kekuasaan mengadili.
4.    jikalau terbukti hakim tidak berhak mengadili perkaranya. (Lihat buat selanjumya mengenai hak kasasi ini pasal-pasal 173 s/d 176 R.O.).
Jadi Lahirnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 1963 Tentang Peneyelesaian Perkara, sebagai  bukti respon Mahkamah Agung untuk mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan Proses Pearadilan di Negara ini. Karena sering kali di tiap-tiap pengadilan proses penyelesaian perkara sering tidak tepat waktu., karena jika sebaliknya bertambahlah kesulitan dalampenyelesaian perkara-perkara itu sehingga diantara lain mengakibatkan dalam perkara-perkara perdata tidak dapat dilaksanakan putusannya dan dalam perkara-pekara pidana terdakwaterdakwa yang minta banding atau ampun, terpaksa bertahun-tahun tunggu dalam rumah penjara, maka untuk sedapat mungkin menghindarkan kesulitan-kesulitan yang digambarkan di atas, dengan ini Mahkamah Agug memberikan instruksi sebagai berikut, yakni :
a.       Mengenai penyelesaian perkara-perkara perdata hendaknya berita acara dari persidangan didiktir oleh Hakim yang memeriksa perkara tersebut kepada panitera yang ikut bersidang, kecuali jika panitera yang bersidang itu dipandang cukup cakap untuk membuat sendiri berita acara tersebut selanjutnya ketika putusan diucapkan konsep putusan dan konsep berita acara yang bersangkutan hendaknya telah selesai, sehingga tidak akan memakan waktu banyak untuk meminutir perkara tersebut setelah putusan diumumkan.
b.      Mengenai penyelesaian perkara-perkara pidana yang penting dan/atau yang sukar, hendaknya dapat diturut cara bekerja yang diuraikan di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar