1. Pengertian Filsafat Hukum
See ara sederhana dapat dikatak an bahwa
filsafat hukum adalah
eabang filsafat , yaitu filsafat tingkah laku
atau etika, yang mernpelajari
hakikat hukum. Dengan kata lain , filsafat
hukum adalah ilmu yang
mempel ajari hukum secara filosofi s. Jadi
objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut dikaji seea ra
mendalam sampai kepada inti
atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan tentang "apa (hakikat) hukum
itu?" sekaligus merupakan
pertanyaan filsafat hukum juga. Pertanyaan
tersebut mungkin
saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi
jawaban yang diberikan
temyata serba tidak memuaskan. Menurut
Apeldoorn (1985) hal tersebut
tidak lain karena hukum hanya memberikan
jawaban yang
sepihak.
6
temporal and nationa l boundaries.
'" yang paling mendasar, umum, dan
merupakan analisi
s teoritis dari suatu fenomena sosial yang
disebut dengan
hukum. Pada sebagian besar bagiannya sesuai
dengan masalah
dan menggunakan berbagai macam pandangan
seperti remote
dari masalah keseharian yang sering dihadapi
para praktisi
hukurn, masalah yang tidak dapat dipecahkan
dengan rujukan
atau jawaban-jawaban dari sumber hukum biasa,
yaitu pandangan
yang tidak dapat direduksi dalam doktrin
hukum.
Banyak dari masalah-masalah jurisprudence
yang bersifat
linta s doktrin, temporal dan national
bounderies .
Lalu filsafat diartikannya dengan:
'" the name we give to the analysis
of'fundamental questions ,
thus the traditional definition
ofjur/sprudence as the philosophy of
law. or as the application of philosophy of
law, is prima fa cie
appropriate.
... narna tersebut kita berikan untuk
menganal isi s
pertanyaan-pertanyaan mendasar, jadi
pengertian tradisional
dari jurisprudence adalah filsafat hukum,
atau penerapan dari
filsafat hukum, yaitu primafacie
appropriate.
Jadi Posner sendiri tidak membedakan
pengertian dari dua
istilah itu, sekalipun banyak juga para ahli
hu kum yang mencoba
mencari di stingsi dari keduanya. Hanya saja
sebagaimana dikatakan
oleh Lili Rasyi di (1988) sekalipun ada
perbedaan antara keduanya,
tetap sukar untuk mencari batas-batasnya yang
tegas.
2. Manfaat Mempelajar i Filsafat Hukum
Bagi sebagian besar mahasiswa, pertanyaan
yang sering dilontarkan
adalah: apakah manfaatnya mempelajari
filsafat hukum itu?
Apakah tidak cukup mahasiswa dibekali dengan
ilm u hukum saja?
Seperti telah disinggung di muka, filsafat
(termasuk dalam ha l
7
ini filsafat hukum) memiliki tiga sifat yang
membedakannya dengan
ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat memiliki
kar akteristik yang bersifat
menyeluruh. Dengan cara berpikir yang holi
stik tersebut, mahasiswa
atau siapa saja yan g mempelajari filsafat
hukum diajak untuk berwawasan
luas dan terbuka. Mereka diajak untuk
menghargai pemikiran,
pendapat dan pendirian orang lain. itulah
sebabnya dalam filsafat
hukum pun diajark an berb agai aliran
pemikiran tentang hukum.
Dengan demikian apa bi la mahasiswa tersebut
telah lulus sebagai
sarjana hukum umpamanya, diharapkan ia tidak
akan bersi kap arogan
dan apriori , bahwa di siplin ilmu yang
dimilikinya lebih tinggi dibandin
gkan dengan disiplin ilmu yang lainnya.
Ciri yan g lain, filsafat hukum juga memil
iki sifat yang menda
sar. Artinya dalam menganalisi s suatu
masalah, kita diajak untuk
berpikir kritis dan radikal. Mereka yan g
mempelajari filsafat hukum
diaj ak untuk memahami hukum tidak dal am art
i hukum po sitif semata.
Orang yang mempclajari hukum dalam arti
positif semata tidak akan
mampu memanfaatkan dan men gembangkan hukum
secara baik apa bila
ia menjadi hakim, misalnya di khawat irkan ia
akan menjadi
"corong undang-undang" bel aka .
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya
adalah sifat filsafat
yan g spekulatif. Sifat ini tidak bol ch dia
rtikan secara negatif sebagai
sifat gambling. Sebagaimana din
yatakan oleh Suriasumantri (1985)
bahwa semua ilmu yan g berkernb ang saa t ini
bermula dari sifat spekulatif
ters ebut. Sifat ini mengaj ak mereka yang
mempelajari filsafat
hukum untuk berpikir inovati f, se la lu
mencari sesuatu yang baru.
Memang salah satu ciri orang yang berpikir
rad ikal adalah senang
kepada hal-hal baru, Tentu saja tind akan
spekulatif yang dirnaksud di .
sini adalah tindakan yang terarah, yan g
dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif
(dalam arti positif) itulah
hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan
bersama.
Ciri lain lagi adalah sifat filsafat yang
reflektif kritis. Melalui
sifat ini , filsafat hukum berguna untuk
membimbing kita menganalisis
masalah-masalah hukum secara ras ional dan
kemudian mernpertanyakan
jawaban itu secara terus menerus. Jawaban
tersebut seharusnya
tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak,
tetapi sudah
8
sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik
gejala-gejala itu . Analisis
nilai inilah yang membantu kita untuk
menentukan sikap secara bijaksana
dalam menghadapi suatu masalah.
Sebagai bagian dari filsafat tingkah laku,
mata kuliah filsafat
hukum juga memuat materi tentang etika
profesi hukum. Dengan
mempelajari etika profesi tersebut,
diharapkan para calon sarjana
hukum dapat menjadi pengemban amanat luhur
profesinya. Sejak dini
mereka diajak untuk memahami nilai-nilai
luhur profesi tersebut dan
mernupuk terus ideal isme mereka. Sekalipun
disadari bahwa dalam
kenyataannya mungkin saja nilai-nilai itu
telah ,mengalami penipisanperupisan.
Seperti yang diungkapkan oleh Radhakrishnan
dalam bukunya
The History of Philosophy, manfaat mempelajari filsafat (ten tu saja
termasuk mempelajari filsafat hukum) bukan
hanya sekedar mencerminkan
seman gat masa ketika kita hidup, melainkan
membimbing kita
untuk maju. Fungsi filsafat hendaknya
mengilhamkan keyakinan
kepada kita untuk menopang dunia baru,
mencetak manusia-manusia
yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras
dan agama itu mengabdi
kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat
tidak ada artinya sama
sekali apabila tidak universal, baik dalam
ruang lingkupnya maupun
dalam semangatnya (Poerwartana, 1988).
3. Ilmu-i1mu yang Berobjek Hukum
Setelah memahami filsafat hukum dengan
berbagai sifatnya,
perlu juga diketahui keterkaitan antara
filsafat hukum ini dengan ilmu.
ilmu lain yang juga berobjek hukum. Suatu
pembidangan yang agak
lengkap tentang ilrnu-ilmu yang objeknya
hukum diberikan oleh
Pumadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
(1989).
Istilah "disiplin hukum" sendiri
sebenamya dialihbahasakan
oleh Pumadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
dari kata legal
theory, sebagaiman dimaksudkan oleh W. Friedmann. Hal ini tampak
dalam terjemahan karya Friedmann oleh Pumadi
Purbacarakan dan
Chidir Ali (1986) yang diberi kata sambutan
oleh Soerjono Soekanto.
Penerjemahan legal theory dengan
"disiplin hukum" disini mungkin
9
akan membingungkan, mengingat untuk istilah
yang sama oleh pen erjemah
lain (Mohammad Arifin, 1990) digunakan
istilah "teori
hukum".
Disiplin hukum oleh Purbacaraka, Soekanto,
dan Chidir Ali
diartikan sama dengan teori hukum dalam arti
luas yang mencakup
politik hukum, filsafat hukum dan teori hukum
dalam arti sempit.
Teori hukum dalam arti sempit inilah yang
disebut dengan ilmu
hukum.
Ilmu hukum dibedakan menjadi ilmu tentang
norma (normwissenschafii,
ilmu tentang pengertian hukum (begriffenwissenschafii;
dan ilmu tentang kenyataan hukum (tatsach
enwissenschaft). Ilmu
tentang norma antara lain membahas tentang
perumusan norma
hukum, apa yang dimaksud norma hukum abstrak
dan konkrit itu, isi
dan sifat norma hukum, essensialia norma
hukum, tugas dan kegunaan
norma hukum, pemyataan dan tanda pemyataan
norma hukum,
penyimpangan terhadap norma hukum dan
keberlakuan norma hukum.
Selanjutnya ilmu ten tang pengertian hukum
antara lain membahas
tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat
hukum, subyek
hukum, objek hukum, hak dan kewajiban,
peristiwa hukum dan
hubungan hukum. Kedua jenis ilmu ini disebut
dengan ilmu tentang
dogmatik hukum. Ciri dogmatik hukum tersebut
adalah teoritis rasional
dengan menggunakan logika deduktif.
Ilmu tentang kenyataari hukum antara lain:
Sosiologi Hukum,
Antropologi Hukum, Psikologi Hukum,
Perbandingan Hukum dan
Sejarah Hukum. Sosiologi Hukum mempelajari
secara empiris dan
analitis hubungan timbal balik antara hukum
sebagai gejala dengan
gejala-gejala sosial lainnya. Antropologi
Hukum mempelajari pola pola
sengketa dan penyelesaiannya baik pada
masyarakat sederhana
maupun masyarakat yang sedang mengalami
proses modemisasi.
Psikologi Hukum mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan perkembangan
jiwa manusia. Perbandingan Hukum adalah
cabang ilmu
(hukum) yang memperbandingkan sistem-sistem
hukum yang berlaku
di dalam sesuatu atau beberapa masyarakat.
Sejarah Hukum mempelajari
tentang perkembangan dan asal-usul dari
sistem hukum dalam
suatu masyarakat tertentu. (Purbacaraka dan Soekanto,
1989). Berbeda
10
dengan ilmu tentang norma dan ilmu tentang
pengertian hukum, ciri
ilmu tentang kenyataan ilmu ini adalah
teoritis empiris dengan menggunakan
logika induktif.
Politik Hukum mencakup kegiatan-kegiatan
memilih nilai-nilai
dan mcnerapkan nilai-nilai . Filsafat Hukum
ada lah perenunga n dan
perumusan nila-nilai, kecuali itu filsafat
hukum juga mencakup penyerasian
nilai-nilai, misalnya penyerasian antara
ketertiban dan ketentraman,
antara kebendaan (materialisme) dan
keakhlakan (idealisme),
antara kelanggengan nilai-nilai lama
(konservatisme) dan pembaharuan
(Purbacaraka dan Soekanto, 1989). Dapat pula
ditambahkan
bahwa politik hukum selalu berbicara tentang
hukum yang dicitacitakan
(Jus Constituendunu dan berupa menjadikannya sebagai
hukum positif (Jus Constitutuniy pada
suatu masa mendatang.
Dari pembidangan yang diuraikan di atas,
tampak bahwa
filsafa t hukum tidak dimasukkan sebagai
cabang dari filsafa t hukum
tetapi sebagai bagia n dari teori hukum (lega
l theory) ata u disiplim
hukum. Teori hukum dengan demikian tidak sama
dengan filsafa t
hukum, karena yang satu mencakup yang
lainnya. Satji pto Raharjo
(1986) menyatakan bahwa teori hukum boleh
dise but sebagai kelanjutan
dari usaha mempe lajari hukum positif,
setidak-tidaknya dalam
urutan yang demikian itula h kita
mengkonstruksikan kehadi ran teori
hukum secara jelas.
Teori hukum memang berb icara tentang ban yak
hal yang dapat
masuk ke dalam Iapangan politik hukum,
filsafat hukum, ilmu hukum
atau kombinasi dari ketiga bidang itu .
Karena itulah teori hukum dapat
saja pada suatu ketika membicarakan sesuatu
yang bersifat universal,
tetapi tidak tertutup kemungkinan ia berb
icara mengenai hal-ha l yang
sangat khas menurut tempat dan wakt u
tertentu. Uraia n tentang filsafa t
hukum dan teori hukum di atas kiranya aka n
berguna dalam rangka
menjelaskan kelak mengenai apa dan dimana
letak filsafat hukum dan
teori hukum Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar